TAMPUSU, SURGA KECIL YANG TERSEMBUNYI
Diposting oleh manjokamana ,
Apa asal usul nama Tampusu? Itulah
pertanyaan pertama dibenak saya saat memasuki daerah titik awal pendakian
gunung tampusu. Dan pertanyaan saya baru terjawab beberapa hari setelah turun
dari gunung tersebut. Gunung tersebut memang kalau dilihat dari jauh itu
berbentuk seperti “jantung” atau “pusu” dalam bahasa daerah. Sehinggah penduduk
mulai menyebutnya “taum’pusu” yang artinya “berbentuk seperti jantung”. Dengan
demikian gunung tersebut mulai dikenal dengan nama Tampusu.
Gunung Tampusu adalah gunung yang
berketinggian 1500 MDPL yang terletak di Tondano kabupaten minahasa, dan
memiliki titik koordinat 1° 15’ 55” N dan 124° 51’ 17” E. Sore itu angin dan hujan deras
menemani saya dan rekan saya Vidi yang memulai pendakian gunung tampusu dari
desa Pangolombian kec. Tomohon selatan. Memang rute ini sengaja kami pilih
untuk mempersingkat perjalanan kami ke puncak dan sebelumnya kami sempat
singgah di warung untuk membeli beberapa logistik untuk keperluan kami bermalam
di puncak.
Sebagai rute terpendek untuk mencapai puncak
gunung kami dihadapi denngan tanjakan yang hampir tidak ada bonusnya (red:
jalanan landai). Perjalanan yang sebenarnya bisa lebih cepat tapi karena selama
perjalanan hujan tidak berhenti sehingga membuat perjalanan kami jadi lambat
karen medan yang harus dilewati sangat licin dan menanjak. Tak terhitung berapa
kali kami jatuh terpeleset.
Basah, kedinginan, cape semua itu terbayar
lunas saat tiba di basecamp gunung tampusu yang menawarkan pemandangan yang
indah, asri, khas pegunungan. Tak ada kata yang dapat kami ucapkan selain
berterima kasih pada Tuhan atas mahakaryaNya yang satu ini. Untuk info bagi
yang belum pernah mendaki gunung tampusu. Di puncak gunung terdapat danau air
tawar yang indah. Dan berfungsi sebagai sumber air bagi para pendaki gunung.
Dengan sangat cepat kami mendirikan tenda, ganti
pakaian dan mulai memasak untuk persiapan makan malam kami. Karena dinginnya
malam sehingga kopi yang baru kami buat bisa dengan cepat dingin. Maka secepatnya
kami meminumnya lalu menyantap makan malam kami itu dengan menu seadanya ala
anak pecinta alam. Kami menghabiskan malam bercerita, bercanda khas sahabat
karib. Sehingga tak terasa malam makin larut dan memaksa kami untuk
beristirahat malam itu.
Keesokan paginya sengaja kami bangun lebih
awal untuk menikmati pemandangan danau yang indah dan masih diselumuti kabut
tipis yang perlahan mulai menghilang sehingga semakin manambah keindahan danau
tersebut. Kemudian kami tidak mau melewatkan moment untuk bemain air danau yang
sangat dingin itu. Setelah puas bermain kami memasak makan pagi dan packing
untuk kembali pulang. Tak lupa kami mengabadikan moment dengan mengambil
bebrapa gambar.
Siangnya sebelum turun, kami membersihkan
sampah-sampah dari pendaki lain yang hanya bisa menikmati alam tanpa bisa
menjaganya. Kamipun membawa beberapa kantong plastik yang sudah diisi sampah
yang kami pungut itu. Satu hal yang saya sangat sayangkan kenapa tempat se
indah itu tidak dijaga dengan baik?? Kalau begitu apakah anak cucu kita nanti
dapat menikmati tempat itu kelak?? Bukan untuk menggurui tapi apakah susah bagi
kita membawa sampah kita saat kita kembali pulang? Kenapa naik gunung dengan
beban dipundak yang berat bisa, sementara sampah yang ringan tidak bisa dibawa
turun.
Jagalah surga kecil nan indah ini. Agar
generasi-generasi setelah kita bisa menikmatinya. #SalamLestari #ManjoKamana
(ajs)
Sangat inspiratif #salamlestari ... (RA)